Saatnya Lelaki Menundukkan Pandangannya
Posted by Farid Ma'ruf pada Oktober 28, 2013
Aurat wanita itu adalah seluruh anggota tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Maka, anggota tubuh wanita yang boleh dilihat lelaki non mahram, ya cuman dua bagian itu saja. Itupun dengan syarat memandangnya tidak boleh dengan syahwat. Artinya, meski yang dilihat hanya wajah dan telapak tangan, tapi jika dibarengi syahwat, maka lelaki tadi telah jatuh pada keharaman.
Lalu, bagaimana dengan fakta yang rusak seperti sekarang, di mana banyak wanita justru mengumbar auratnya di tempat-tempat umum, dan itu membuat lelaki sulit menghindarkan dirinya dari melihat aurat wanita?
Dalam hal ini, ada dua tindakan yang harus dilakukan para lelaki, yaitu:
– Pertama, “ghodhdhul bashar”, menundukkan pandangan. Lelaki harus memalingkan pandangannya ketika bercakap-cakap dengan wanita yang bagian tubuhnya terbuka, seperti rambut, dada, lengan, atau betis. Jangan melihatnya sebab itu termasuk bagian tubuh wanita yang tak boleh dilihat.
– Kedua, jika tak sengaja (terlanjur) melihat aurat wanita, maka jangan ikuti pandangan pertama tadi dengan pandangan kedua dan seterusnya. Sebab pandangan sesaat (tiba-tiba) yang pertama memang dimaafkan, tapi untuk yang selanjutnya tidak diperbolehkan.
Berkaitan dengan hal ini, saya sungguh salut dengan ikhtiar seorang guru ideologis yang saya kenal. Sebagai guru di SMA Negeri yang tak semua siswinya berjilbab, pak guru pantas kuatir, karena peluang melihat aurat wanita cukup besar.
Maka, dalam tatap muka pertama di kelas, beliau tidak langsung memulai dengan pelajaran, tapi menegosiasikan masalah aurat wanita ini. Pak guru ideologis ini menjelaskan bahwa sebagai lelaki dia harus menjaga matanya dari memandang aurat wanita. Dan karena bagian tubuh wanita yang bukan aurat hanya wajah dan telapak tangan, maka ya hanya dua bagian inilah yang boleh diperlihatkan saat pelajaran beliau berlangsung. Semua siswinya diminta menutup auratnya.
Gayung pun bersambut. ikhtiar pak guru satu ini ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Para siswi yang belum berjilbab pun mau memenuhi permintaan tersebut, dengan berkerudung saat kelas pak guru berlangsung, plus memakai jaket longgar agar lengannya juga tertutup. Meski ketika kelasnya ganti guru lain, kerudung dan jaket tadi juga dilepas kembali oleh si siswi yang memang belum mau berjilbab permanen, hehehe…
Tapi, setidaknya pak guru ideologis ini lebih aman dan terjaga matanya. Dan kebijakan ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Jadi, semua siswi di sekolah tersebut sudah mengerti, kalau waktunya pelajaran pak guru ideologis, mereka membawa kerudung dalam tasnya.
B.R.A.V.O… Pak Guru ideologis.
Anda sungguh layak dapat bintang. Semoga banyak pak guru dan pak dosen yang mau meniru apa yang Anda lakukan. Karena itu membuat pandangan lelaki lebih terjaga.
(Diketik di atas kereta api Bima rute Purwokerto – Surabaya, 28 Oktober 2013)
This entry was posted on Oktober 28, 2013 pada 5:30 pm and is filed under Renungan. Dengan kaitkata: menundukkan pandangan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, atau trackback from your own site.
Tinggalkan Balasan