Rumahku Surgaku

Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rohmah

Ibuku Guruku (Metode Home Schooling Group, Alternatif Model Pendidikan Anak Usia Dini)

Posted by Farid Ma'ruf pada Mei 23, 2007

Oleh: Dr. Ir. Yuliana, M.Si.
Ketua Kelompok Peduli Ibu dan Generasi (el-Diina Pusat) dan Anggota Dewan Pakar ICMI Muda Pusat Bidang Pemberdayaan Perempuan

Keluarga Samara. Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.

Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.

Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.

Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.

Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.

Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.

Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?

Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.

Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.

Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.

Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat

Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.

Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.

Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.

Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.(www.keluarga-samara.com)

Sumber : hti online

30 Tanggapan to “Ibuku Guruku (Metode Home Schooling Group, Alternatif Model Pendidikan Anak Usia Dini)”

  1. Dino said

    Apakah home schooling bagus? penasaran aja gimana menurut ibu?

  2. azaytun said

    kayak pondok aja

  3. arul said

    sekolah tetap penting tetapi metodenya yg perlu diubah…

  4. ahmadsarwat said

    Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    untuk informasi mengenai informasi mengenai keimanan dan Syariat Islam

    http://ahmadsarwat.wordpress.com

    Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

  5. triawal said

    Saya termasuk yang mendukung konsep home schooling untuk anak saya…semua saya serahkan kepada anak2 mau sekolah formal boleh, dirumah juga boleh. Kalau mau melanjutkan sekolah formal bisa ikut ujian persamaan diknas nantinya, begitu saya meberi pengertian dan kebebasan kepada mereka. Sayang belum banyak yang mendukung ide ini.

    Di keluarga saya sering ditanya mau jadi apa anak saya kalau tidak sekolah. Saya jawab jadi diri sendiri yang disukai Allah dan Rasulnya serta Mukminin di dunia. Dan itu tidak ada sekolah formalnya. Saya sendiri harus jujur mengatakan selesai mengikuti pendidikan karena “terpaksa”. Saya tidak pernah berniat sekolah, cuma ingin ortu bahagia dan bangga saja. Alam dan lingkungan yang mengajarkan bagaimana saya harus hidup. Alhamdulillah bisa.

    Sulitnya di Indonesia yang “kaya” ini ijazah masih jadi patron para pencari kerja dan para pemilik lapangan pekerjaan. Satu hal lagi tidak semua orang siap jadi enterpreneur alias pengusaha. Mau tidak mau, ijazah adalah keniscayaan…walau saya sendiri sudah berpindah pindah untuk 6 perusahaan tanpa pernah ditanya ijazahnya, bahkan saya dibajak dari perusahaan sebelumnya. Tapi harus saya akui itu saya dapatkan setelah perusahaan pertama tempat saya mendaftar tanya ijazah saya, walau tidak pernah saya tunjukkan (karena ijazah saya ditahan negara-ikatan dinas-red) dia percaya saja. Walhasil Ijazah perlu tapi tidak harus didapat dari sekolah formal toh…

    Dalam praktek home schooling masalah yang akan muncul adalah sosialisasi anak jika tidak ada komunitas yang bisa kita bentuk (belajar mandiri) dan ini yang sedang saya alami dan saya berusaha mencarikan jalan keluar. Mungkin ada masukan?

    Masalah berikutnya muncul adalah anak berfikir sangat kreatif, bahkan cenderung liar. Anak saya, saya fasilitasi internet, buku, audio dll untuk belajar. Walhasil dia telah membuat Umminya(sang guru sehari-hari) kalah langkah. Dalam emailnya saya pernah baca (salah satu bentuk kontrol kami sepakat hanya pake 1 email dan password sama2 tahu)dia dapat dari komunitas hacker…wah 10 tahun bung!! Mungkin saya sudah dikadalin juga kalau dia punya email lain dan menjalin kontak dengan pihak yang berbahaya.

    Dari history tidak ada situs aneh di internet yang dia masuki (mungkin sudah dia delete??) dan saya sudah pasang anti situs dewasa yang bisa dipercaya. Tapi “ketar-ketir” masih mendera saya dan Umminya. Gimana ya???

    Dia terbiasa mencari tahu semua yang dia inginkan dengan google…whatever! whenever! setiap ingin tahu maka komputer menjadi temannya. Kalau pas tidak ada Umminya maka tidak ada pengawasan.

    Banyak kelebihan home schooling, tetapi tidak sedikit kekhawatiran akibat dan hasilnya. Sebenarnya saya berharap sekolah formal bisa menjembatani KEINGINAN KAMI ORANG TUA YANG RINDU ANAKNYA MENJADI PEMAIN DIZAMANNYA mendapat dukungan dari sekolah secara memadai. Tidak menjadikan mereka BUDAK SEKOLAH, berkutat dengan ketatnya kurikulum yang tidak memerdekakan.

    Pokoknya HIDUP SEKOLAH.

  6. priatin said

    Saya tertarik dengan pengalaman bapak Triawal. Apakah bapak sudah tahu tentang milis sekolahrumah@yahoogroups.com dan situs sekolahrumah.com ? Bila belum mungkin bapak bisa bergabung disana dan sharing tentang suka duka orang tua yang meng-homeschool-kan anaknya..

  7. berkemas said

    Hal ini yang coba kami lakukan di BERKEMAS. bisa dilihat di blog kami. http://www.homeschoolingberkemas.blogspot.com kami siap membantu berbagi pengalaman kepada siapa saja berminat ingin tahu lebih lanjut tentang homeschooling dengan sistem majemuk dimana bebereapa keluarga yg mempunyai visi misi yang sama melakukan aktivitas bersama.

  8. umi ilyas said

    subhanallah….
    mau dikemanakan anak-anak kita, sangat bergantung dengan orang tua dan lingkungannya.
    kalo anak ingin cerdas….maka yang harus cerdas dulu adalah orang tuanya.
    kalo anak ingin sholeh, yang harus sholeh dulu adalah orang tuanya.
    sooo……
    mulailah dari diri kita ortu untuk melakukan perubahan.

    selamat berjuang

  9. uma said

    mbak maaf bole tau ga maksud dari feminisme

  10. ambarkun said

    home schooling menjadi bagian alternatif dalam pendidikan, masih memerlukan sosialisasi, apalagi di lingkungan tempat tinggal saya, yang rata2 penduduknya masih sederhana( ekonomi nya).dalam kapasitas ini, orang tua yang memiliki anak usia dini, haruslah pandai2 memilih antara menyekolahkan anak pada komunitas non Islam, yang notebene gratis, melawan home schooling yang masih asing bagi mereka.

  11. Raudah said

    Saya ibu dr dua anak laki-laki(4 thn dan 1.5thn) dan skrg anak saya yg besar sy sklhkan di sklh formal (Play Group). Saya sangat tertarik dgn kisah Pak Triawal yang mengingatkan saya bagaimana gigihnya saya membujuk anak saya untuk mau bersekolah karena kekhawatiran saya (yg mgkn tanpa alasan). Saya wanita bekerja, dirumah anak saya diasuh oleh pembantu yang masih berumur 18 tahun. Saya khawatir sepeninggal saya bekerja pembantu saya membiarkan anak saya melakukan apa saja yang disenanginya tanpa kontrol. Walaupun sepengatahuan saya pembantu saya ini cukup baik tapi dia hanya tamatan sd (apa saya terlalu naif menilai orang).

    Saya jadi merasa bersalah sendiri telah memaksakan kehendak saya kepada anak saya (walaupun dgn membujuk) karena pada awalnya dia tidak mau. Tapi sekarang setiap akan berangkat sekolah dia selalu bersemangat. Apakah yang harus saya lakukan, apakah membiarkan anak saya tetap bersekolah atau memberhentikannya dan memasukkannya kembali pada saat dia berusia tujuh tahun? Mohon saran. Terima kasih….

  12. welly said

    Termaksih sekali atas informasinya….memang rasanya di saat waktu sangat berharga…..mendidik anak sptnya pekerjaan sekolah saja…sementara saat ini putra saya berumur 3,8 bulan….jadi maret depan sudah 4 thn. …salam kenal semua….terima kasih.

  13. pinasty_v said

    Wah…subhanallah,banyak juga yang ingin meng -homeschooling- kan putra-putrinya. Namun,kalau boleh berpendapat,setiap langkah pasti ada resikonya,begitupula homeschooling. Saya ada sedikit cerita,awal tahun ajaran lalu ada seorang anak yang lebih memilih home schooling daripada belajar dan mengikuti kegiatan di sekolah. Dia ini termasuk anak yang cerdas,entah mengapa setelah liburan akhir semester dia menolak untuk ke sekolah. Pihak sekolah maupun orangtuanya sempat bingung. Selanjutnya pihak sekolah dan orangtuanya berbicara dan mencoba berbagai cara dan akhirnya cara yang terakhir adalah homeschooling. Semua fasilitas telah disediakan oleh orangtuanya, tetapi justru anak tersebut cenderung lebih introvert,dan kurangbisa bersosialisasi dengan orang lain. Padahal,kelak manusia tidak dapat hidup sendiri. Lalu bagaimana dengan tanggung jawab program -homeschooling- itu sendiri??? K

  14. nie said

    ass wr.wb,
    saya seorang ibu yg berniat risign, krn sy tertarik sekali dgn metode home schooling,hanya saya terkadang eg pd utk mengajari anak saya sendiri, saya tdk mengerti mana yg hrs sy ajarkan terlebih dahulu…seperti sy baru ketahui tnyt klu mau mengenalkan huruf pd anak2 lbh bagus huruf kecil dulu. seperti hal2 sprt itu yg saya tdk ketahui..apakah dr homeschooling ada kurikulumnya?
    Kalau pa Farid punya kurikulum/ panduan untuk anak usia Play Grup atau TK (3-5 thn) bisa di kirimkan ke email saya, saya akan sangat beterima kasih sekali atas perhatiannya.
    wassalam wr.wb

  15. nana said

    saya mohon dikirimi kurikulum/panduan untuk anak usia dini.. makasih sebelumnya. anak saya saat ini umurnya 2 tahun 3 bulan.

  16. asep chaeruloh said

    Ass.wrwb.
    Saya sepakat dgn homeschooling utk dunia pendidikan kita saat ini. Yg tdk mampu bersaing dgn dunia hiburan. Home schooling tetap tdk efektif ketika orang tua tdk mampu mencitakan lingkungan pendidikan yg lebih menarik dari dunia hiburan alias edutainment, hal tsb dibutuhkan krn sdh terjadi peralihan dari information society menjadidream society. Pengamatan saya, utk menghasilkan generasi ungul, tdk hanya dimulai saat usia dini tapi sejak akan menikah, kehamilan dst.sehingga terbangun apa yg kami sebut kecerdasan fitrah, spiritual,fisik,emosi,pikiran sehingga digunakan untuk kecerdasan menghadapi kesulitan dan puncaknya adalah dream power…
    Hidup rumah kecerdasan holistis. Selain metode yg holistis. Dituntut juga orang tua sbg teladan yg multi skill. Mari kita bergabung utk asah kemampuan dan berbagimetode

  17. jessica wicitra said

    ass.wr.wb.
    Kami terutama saya Bunda dari Hamzah 8 tahun dan Dharma 1 tahun,memutuskan homeschooling untuk Hamzah dengan pemikiran panjang dan proses yang melelahkan untuk menjalani sekolah formal.Hamzah setahun yang lalu dikeluarkan dari sekolah dasar swasta karena kami menunggak sppnya selama 3 bulan dan kami meski kecewa harus berbesar hati karena keadaan ekonomi kami waktu itu hancur.Syukurlah kami melalui dengan kepasrahan pada Allah tapi kami berusaha untuk anak-anak kami,boleh kami jadi miskin tapi perangkat laptop+modem kami pertahankan untuk Hamzah.Hamzah mampu mengoperasikan laptop sejak usia 3 tahun.Singkat cerita saya banyak mendapat masukan tentang apa homeschooling dan kepribadian Hamzah ok ok saja dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya,dia bisa bergaul wajar dengan anak-anak seusianya di sekitar kami,dia juga mengenal materi pelajaran jauh lebih mendalam dan mengerti.Saran saya bagi keluarga manapun yang akan menjalankan homeschooling bagi anak2 mereka adalah persiapkan mental anda jadi guru sejati yang tanpa bermaksud menggurui,siapkan diri anda sebagai kamus keingintahuan anak anda,jangan skeptis pada setiap pandangan orang,berlapang dada,besabar diri dan siapkan tenaga ekstra untuk melayani murid dan bisa jadi anak2 sebagai guru kita karena pengetahuan mereka jadi tidak terduga besarnya karena literatur yang mereka baca…
    Mari kita saling menghargai hak anak2 kita dan menghargai kebebasan mereka yang harus kita arahkan dengan semangat dan bekal agama yang kita yakini.
    Saya menghargai semua orang tua yang menyekolahkan anaknya…saya juga menghargai orang tua yang memilih homeschooling untuk anak2 mereka
    wassalam wr wb

  18. anita said

    senada dengan pendapat salah satu teman yang sudah memberikan komentar di atas, bahwa saya jg setuju dengan adanya homeschooling. dan saya ingin mempraktekan hal tersebut, tetapi saya jg tdk tau materi yang pertama saya ajarkan nanti. Mungkin ada kurikulum/ panduan untuk anak usia 2-3 tahun, mungkin jg bisa dikirim ke email saya. saya ucapkan terima kasih banyak.

  19. Joko said

    saya tertarik sekali dengan program home schooling, boleh dong aku dikirimi kurikulum/bahan ajar/satuan pengajaran di imil: joko_lomenjing@yahoo.acid

  20. Saya jg setuju dengan adanya homeschooling. dan saya ingin mempraktekan hal tersebut, untuk itu saya mohon bantuannya untuk dikirimkan kurikulum/ panduan untuk anak usia 2-3 tahun, mungkin jg bisa dikirim ke email saya. saya ucapkan jazakumulloh khoirron katsiro..

  21. ummu bilqis said

    assalamu’alaikum…
    HOMESCHOOLING OK juga tuh, pendidikan anak lebih terkontrol karena ada kerjasama antara anak didik, orang tua murid dan gurunya, dan jika semua orang2 yg terkait kompak dlm menjlnkan dunia pendidikan, saya rasa tidak ada yg namanya korupsi di dunia pendidikan kita dan tidak ada yg namanya anak tidak sekolah entah itu faktor ekonomi atau kemampuan fisik anak dan yg hebatnya homeschooling inipun mendorong orangtua jg ikut cerdas krn mau tidak mau hrs mengikuti perkembangan pendidikan anaknya.sayapun sangat tertarik dengan konsep homeschooling yg berbasiskan islam karena target konsep pendidikan ini adalah mencetak anak u/ memiliki kepribadian islam sbg modal mrk dlm menghadapi kehidupan yg serba sekuler saat ini.namun memang saat ini praktek HS masih sangat jarang, tdk seperti sklh islam terpadu yg kian menjamur namun kian mahal.btw boleh juga dong saya dikirimkan panduan/kurikulum HSG.jazakumullah atas tulisannya yg sarat manfaat.wassalamu’alaikum

  22. nurul said

    assalammu’alaikum..,
    dimana saya bisa dapatkan kurikulum homeschooling untuk anak-anak saya (usia 3 thn dan 2 thn)? kalau ada, mohon dikirim ke e-mail addres saya. terima kasih.

    • fery luna said

      assalamu’alaikum.
      ibu nurul yang baik, saya mau berbagi pengalaman sedikit.anak saya sekitar usia 2thn mulai dikenalkan dgn huruf(sudah bisa menghafal sambil bermain).usia 3thn bisa baca dan masuk tk A
      usia 4thn kls 1SD(tdk mau ke tk B)sekarang usia 20thn sudah wisuda(bulan agustus2009)alumni UI
      jadi intinya saya tdk punya kurikulum, yg penting orang tua harus sangat kreatif mau belajar banyak dr siapa pun dimana pundan selalu up date informasi,jangan takut salah ,jangan takut beda.kalau kita pikir bagus dan manfaat untuk anak kita jalankan jangan terlalu banyak teorinanti kehabisan waktu.janga sia2kan waktu,disiplin tinggi,beri contoh yg baik insya allah anak2 kita menjadi manusia yg bermanfaat dan selamat didunia dan akhirat.amin…

  23. el wafa said

    for me, keluarga tetap menjadi madrasah utama bagi anak. terutama seorang ibu….duh mamah jadi rindu nih, doakan wafa ya mah…bisa jadi ibu yang bijak spertimu. semangat….

  24. Lili Kamilia said

    saya belum sependapat dengan metode home schooling, karena negara ini masih sangat bergantung dengan ijazah, bagaimana nasib anak anak kami kalau mereka tidak memiliki ijazah???, namun demikian saya ingin mengetahui juga metode home schooling, saya akan sangat senang apabila bapak berkenan memberikannya untuk saya,sebagai bahan acuan bagi pendidikan anak- anak saya selanjutnya.

  25. sujito said

    apapun model n metodenya yang penting untuk mendidik anak harapan bangsa saya sangat setuju.terus berjuang..!

  26. syams said

    assalamu’alaikum. homeschooling ya..? hmm..para ibu nih yang kudu bisa jadi guru yang baik n pintar,full of energy di rumah. pengalamanku, jadi ibu yang punya dua batita (2thn 4bln n 11 bulan) wow,..punya semangat n target anak-anakku kelak bisa baca (Qur’an n alphabet) pd usia 4 tahun (specific target). di rumah tanpa pengasuh selain aku, n ayahnya anak-anak kalo libur ngantor. wah punya harapan, cita-cita segudang bwt anak2ku.dilemanya,physically tired n anak2ku jarang beraktivitas di luar rumah.aku sadar anak-anak butuh temen,okelah aku punya berbagai cara yg ku kembangkan biar anakku belajar sesuatu(warna,bentu etc)d rumah. tp anakku kurang maen (temen).khawatir juga ank2 jd introvert.apa homecshooling bikin anak introvert?

  27. sanny said

    terima kasih informasinya ini meneguhkan kami. Kami sudah melaksanakan ini sejak tahun 2008. Mulai dari anak sendiri dan kami merasa sangat puas. walaupun anak kami sudah SD (home schooling) PAUD ini tetap berjalan dan sudah dapat ijin dari dinas pendidikan sebagai PAUD berbasis keluarga. Kami mempunyai motto:” Guru terbaik adalah orangtua yang menjalankan perannya dan sekolah yang terbaik adalah rumah yang memberi kebebasan anak untuk bereksplorasi.” PAUD dan homeschooling kami bernama Pewaris Bangsa karena orang tua yang mengikuti program ini adalah orang tua yang tahu memberi warisan apa kepada anaknya.

  28. hawil said

    Alhamdulillah berjalan 6 bulan tahun ajaran ini, kami menerapkan konsep pendidikan homeschooling u/ anak kami, dan memang subhanallah sdh byk perkembangan dalam diri anak2, mslnya : mrk sdh mengenal batasan aurat, berbagi, bahkan sdh mulai bisa memilah makanan yg thoyyib ketika mrk hendak membeli makanan di luar.dan yang luar biasanya begitu tinggi tingkat kepekaan (sosialisasinya) antara anak,orang tua dan teman2 yg bergabung dlm homeschooling,krn dlm konsep tsb di tanamkan rasa kebersamaan n berbagi.

Tinggalkan Balasan ke nie Batalkan balasan